Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Bioteknologi untuk Peningkatan Pangan

Bioteknologi untuk Peningkatan Pangan

PURWOKERTO -

Memperluas lahan pertanian untuk meningkatkan produksi padi

saat ini bukan jawaban untuk memenuhi kebutuhan beras, bahan pangan utama

bangsa Indonesia. Karena, pertambahan penduduk dan penyempitan lahan

membuat penambahan lahan tak mungkin dilakukan. Karena itulah tak ada jalan

lain, kecuali pengembangan bioteknologi dan kultur jaringan.

Masalah itu, Sabtu (25/9), diungkapkan ahli bioteknologi dari Universitas Jenderal

Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Gieks Sugiyono PhD dalam orasi ilmiah Dies

Natalis Ke-41 Unsoed. Dia menyatakan ada perkiraan penduduk Indonesia pada

tahun 2010 menjadi 245 juta jiwa lebih. Tingkat konsumsi beras penduduk 36,42

juta ton. Dengan asumsi produksi padi 29,42 juta ton, kita akan mengalami defisit

6,72 ton.

''Penyediaan lahan untuk menutup kekurangan produksi beras sangat sulit

dilakukan mengingat berbagai alasan, seperti perkembangan penduduk dan

kepesatan pembangunan. Jadi perlu jalan keluar dengan mengembangkan padi

unggul dan memiliki ketahanan tinggi terhadap lingkungan. Ini tantangan berat

bagi ilmuwan,'' ujarnya.

Dia mengemukakan tahun 1989 International Rice Research Institute (IRRI)

mengembangkan padi tipe baru yang berproduksi tinggi, antara 13 ton dan15

ton/ha. Balai Penelitian Pangan Cimanggu, Bogor, tahun 2003 menguji coba padi

tipe baru yang dapat menghasilkan antara 5,4 ton dan 8,6 ton/ha. Langkah itu

merupakan alternatif pemenuhan kebutuhan beras melalui teknologi.

Dia menyatakan kampanye Revolusi Hijau II yang dikumadangkan Norman Burlaug

perlu direspons secara luas. Ada tiga komponen utama untuk mendukung gerakan

itu. Pertama, penerapan teknologi modern. Kedua, penggunaan pupuk kimia secara

bijaksana. Ketiga, kebijakan pemerintah.

''Hal itu terutama berkait dengan aksesibilitas bahan pangan bagi masyarakat

miskin. Penerapan teknologi modern untuk meningkatkan produksi antara lain

melalui pengembangan rekayasa genetika,'' ujarnya.

Rekayasa genetika melalui manipulasi genetik, kata dia, menjadi alternatif

menjanjikan untuk menghasilkan bahan pangan. Namun dia tak menutup mata

bahwa masih terjadi silang pendapat mengenai produk transgenik. ''Pengembangan

tanaman transgenik tetap etis selama untuk kesejahteraan,'' kata dosen biologi itu.

(G22-86)

Berita Utama

|

Ekonomi

|

Internasional

|

Olahraga

Semarang

|

Sala

|

Pantura

|

Muria

|

Kedu & DIY

|

Banyumas

Budaya

|

Wacana

|

Ragam

Cybernews

|

Berita Kemarin

Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA